Rabu, 14 Mei 2014

INISIASI 4 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Agama sebagai Sumber Moral dan Akhlak Mulia.

Agama dalam bahasa Indonesia, religion dalam bahasa Inggris, dan din dalam bahasa Arab merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara hubungan manusia dengan Sang Pencipta (habl min Allah), hubungan manusia dengan manusia (habl min al-nas), dan hubungan manusia dengan alam (habl min al-'alam.
Dalam studi tentang agama-agama, para ahli agama mengklasifikasikan agama ke dalam beberapa kategori. Menurut al-Maqdisi agama diklasifikasikan menjadi 3 kategori: 1) agama wahyu dan non-wahyu, 2) agama misionaris dan non-misionaris, dan 3) agama lokal dan universal.

Berdasarkan klasifikasi manapun diyakini bahwa agama memiliki peranan yang signifikan bagi kehidupan manusia karena di dalamnya terdapat seperangkat nilai yang menjadi pedoman dan pegangan bagi manusia. Salah satunya adalah dalam hal moral.

Moral adalah sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk. Tak jauh berbeda dengan moral, hanya lebih spesifik, adalah budi pekerti. Etika atau ilmu akhlak adalah kajian sistematis tentang baik dan buruk. Bisa juga dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang moral. Hanya saja perbedaan antara etika dan ilmu akhlak (etika Islam) bahwa yang pertama hanya mendasarkan pada akal, sedangkan yang disebut terakhir mendasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama dalam hal perumusan.

Di tengah krisis moral manusia modern (seperti dislokasi, disorientasi) akibat menjadikan akal sebagai satu-satunya sumber moral, agama bisa berperan lebih aktif dalam menyelamatkan manusia modern dari krisis tersebut. Agama dengan seperangkat moralnya yang absolut bisa memberikan pedoman yang jelas dan tujuan yang luhur untuk membimbing manusia ke arah kehidupan yang lebih baik.

Akhlak dalam prakteknya ada yang mulia disebut akhlak mahmudah dan ada akhlak yang tercela yang disebut akhlak madzmumah. Akhlak mulia adalah akhlak yang sesuai dengan ketentuan-ketentuanan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya sedangkan akhlak tercela ialah yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya. Kemudian dari pada itu, kedua kategori akhlak tersebut ada yang bersifat batin dan ada yang bersifat lahir. Akhlak batin melahirkan akhlak lahir.

Menurut al-Ghazali sendi akhlak mulia ada empat: hikmah, amarah, nafsu, keseimbangan di antara ketiganya. Keempat sendi tersebut melahirkan prilaku berupa: jujur, suka memberi kepada sesama, tawadlu, tabah, tinggi cita-cita, pemaaf, kasih sayang terhadap sesama, menghormati orang lain, qana’ah, sabar, malu, pemurah, berani membela kebenaran, menjaga diri dari hal-hal yang haram. Sedangkan empat sendi akhlak batin yang tercela adalah keji, bodoh, rakus, dan aniaya. Empat sendi akhlak tercela ini melahirkan sifat-sifat berupa: pemarah, boros, peminta, pesimis, statis, putus asa.

Akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari diwujudkan baik dalam hubungannya dengan Allah – akhlak terhadap Allah, antara lain: tauhid, syukur, tawakal, mahabbah; hubungannya dengan diri sendiri – akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: kreatif dan dinamis, sabar, iffah, jujur, tawadlu; dengan orang tua atau keluarga – akhlak terhadap orang tua, antara lain: berbakti, mendoakannya, dll.; hubungannya dengan sesama – akhlak terhadap sesama atau masyarakat, antara lain: ukhuwah, dermawan, pemaaf, tasamuh; dan hubungannya dengan alam – akhlak terhadap alam, antara lain: merenungkan, memanfaatkan.

Islam memberikan penegasan yang luar biasa terhadap urgensi akhlak. Ada tidaknya manusia sangat ditentukan oleh akhlak yang dimiliki. Ketika seseorang tidak berakhlak, maka keberadaanya dianggap tidak ada, begitu juga sebaliknya. Rasulullah menyatakan bahwa tugas utama kerasulannya adalah meluruskan/memperbaiki akhlak manusia. Innama bu'itstu li utammima makarim al-akhlaq.

0 komentar: